Saya baru sepenuhnya sadar, kalau ternyata Earth Science—Ilmu Bumi—ilmu yang mempelajari bumi dan segala isinya, tidak termasuk dalam kategori penghargaan nobel.
Sekitar seminggu lalu, saya mendapatkan wawasan baru dari guru geografi saya, bahwa ada sebuah negara yang memotong es kutub untuk mendapatkan cadangan air. Ada pula teknologi penangkap udara lembap yang mengubah kabut menjadi air—saat ini dipakai di salah satu desa di Maroko sebagai solusi atas kekurangan airnya (dan tentunya beberapa daerah lainnya). Istilah dari teknologi ini adalah Fog Harvesting.
Pribadi saya yang cukup tertarik pada substitusi pemanfaatan alam—tentulah teknologi lingkungan ini cukup menyihir perhatian—membuat saya mengulik lagi mengenai teknologi yang melibatkan ilmu bumi. Yah Fog Harvesting mungkin tampak seperti teknologi lingkungan dan bukannya ilmu bumi, tapi secara teknis, teknologi ini memerlukan beberapa prinsip ilmu bumi seperti kondensasi dan topografi.
‘Penganugerahan Nobel Prize di bidang ilmu bumi’, kira-kira begitulah hal yang saya ketik di mesin pencarian—karena Nobel Prize adalah salah satu penghargaan tertinggi atas ilmu pengetahuan yang cukup terkenal. Tapi alih-alih mendapatkan jawaban yang sesuai, saya malah mendapatkan sebuah informasi baru, yakni, The Vetlesen Prize—’nobel prize’-nya salah satu cabang ilmu bumi, yakni geologi.
“Aih? Kenapa pula tidak termasuk fokus penghargaan Nobel Prize?” Padahal, ilmu bumi penting untuk menjawab pertanyaan seperti di mana titik gempa; Mengapa gempa dapat memicu tsunami; Mengapa marmer dapat terbentuk; Tanah mana yang mengandung emas; dan pemahaman atas sumber daya bumi dan dampaknya bagi manusia.
Setelah berselancar cukup lama, akhirnya saya menemukan beberapa hal yang mungkin masuk akal untuk dapat menjadi alasan mengapa tidak ada cabang geologi di penghargaan nobel atau nobel prize.
1. Keputusan Pribadi Alfred Nobel
Keputusan mengenai 5 bidang ilmu yang termasuk kategori penghargaan nobel tertulis langsung pada surat wasiat sang pendiri. Wasiat tersebut bertuliskan bahwa Alfred akan meninggalkan 94 persen kekayaannya untuk diberikan kepada orang yang berkontribusi besar dalam bidang fisika, kimia, fisiologi (kedokteran), sastra, dan perdamaian.
Hal ini mungkin berkaitan dengan pandangannya terhadap kontribusi ilmu-ilmu tersebut atas kesejahteraan umat manusia secara langsung. Fisika, Kimia, dan Kedokteran secara langsung berkaitan dengan penemuan ilmiah dan kemajuan teknologi. Sastra dan Perdamaian mewakili pencapaian intelektual bagi pemahaman dan pemulihan manusia.
2. Latar Belakang Alfred Nobel
Alfred Nobel, sang penemu dinamit dan pendiri nobel prize, memutuskan untuk mencantumkan perdamaian sebagai salah satu kategori penghargaan nobel. Beberapa pendapat mengaitkan hal ini dengan Bertha von Suttner, kolega sekaligus teman dekatnya yang aktif dalam pergerakan perdamaian.
Nobel memiliki kepedulian terhadap perang (tahun-tahun tersebut sedang marak perang), tampaknya penghargaan kedokteran merupakan perwujudan lebih lanjut dari pemikiran itu, yakni menyelamatkan nyawa. Penghargaan Fisika dan Kimia searah dengan landasan kariernya.
Penghargaan Sastra saya rasa berkaitan dengan media penyampaian ilmu. Kalimat yang jelas akan memungkinkan ilmuwan untuk menyampaikan keseluruhan pemahaman mereka kepada khalayak lain tanpa adanya misscommunication. Nobel pun bisa 5 bahasa asing pada usia 17 tahun, dan sastra dapat membantu pemahaman mendalam tentang manusia dan moral.
3. Ilmu Bumi = Bidang Interdisipliner
Perlu disiplin ilmu lain untuk sepenuhnya memahami ilmu bumi. Misalnya, seismologi: menggunakan konsep gelombang dalam fisika; Kimia untuk memahami komposisi batuan, proses kimia dalam pembentukan mineral, dan proses diagenesis; dan Biologi untuk memahami interaksi antara organisme dan lingkungan geologis mereka, termasuk paleontologi (studi fosil).
Memang betul ilmu lain juga memerlukan satu sama lain, tapi ilmu-ilmu yang dipilih Nobel merupakan ilmu dasar yang mempelajari hukum fundamental seperti Fisika, Kimia, dan Biologi (dasar dari kedokteran). Jikalau mereka membutuhkan, itu terjadi pada hal yang lebih kompleks, seperti Fisika Kuantum yang memerlukan teori ikatan kimia. Yah, karena geologi memerlukan kolaborasi disiplin ilmu, sehingga sulit untuk mengkategorikan suatu penemuan dengan fokus ilmu penghargaan nobel.
4. Dampak Substansial
Penelitian dalam bidang ilmu bumi tidak selalu memberikan dampak substansial bagi kesejahteraan umat manusia. Sebagai contoh, penemuan batuan bernilai ekonomi untuk kegiatan pertambangan tidak serta-merta meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.
Beberapa pihak berpendapat bahwa kegiatan ilmu bumi—geosains—geologi, khususnya yang terkait dengan pertambangan, dapat berisiko merusak lingkungan. Meskipun konservasi dapat diterapkan, nyatanya sejumlah kawasan hutan konservasi di Indonesia masih menghadapi ancaman perambahan yang terus berlangsung, salah satunya disebabkan oleh kurangnya pengawasan dari pihak berwenang.
Selain itu, faktor kemiskinan seringkali menjadi pendorong bagi masyarakat setempat untuk mencari nafkah dengan cara tersebut, seperti yang diungkapkan oleh Ir. Herry Subagiadi, M.Sc, Sekretaris Direktorat Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem di Fakultas Biologi UGM.
Perencanaan tata ruang kota sebagai upaya mitigasi bencana seringkali terpengaruh oleh pertimbangan ekonomi, sosial, dan politik (Lisdiyono, 2007). Sebagai tambahan, meskipun gempa bumi merupakan salah satu fenomena yang dipelajari dalam geologi, hingga saat ini prediksi yang akurat mengenai waktu dan lokasi terjadinya gempa masih belum dapat dilakukan, sehingga tidak dapat memberikan perlindungan langsung terhadap keselamatan jiwa manusia.
5. Banyaknya Cabang Ilmu Bumi
Ilmu bumi, adalah bidang pengetahuan yang memiliki banyak cabang ilmu yang berhubungan erat, seperti astronomi, hidrologi, meteorologi, paleontologi, mineralogi, dan lainnya. Jika berbagai cabang ilmu tersebut menghasilkan penelitian yang substansial secara bersamaan, akan sulit untuk menentukan penelitian mana yang layak menerima penghargaan utama. Hal ini menciptakan tantangan dalam mengevaluasi penemuan yang "sekadar memperkaya pengetahuan" dibandingkan dengan penelitian yang memiliki dampak luar biasa, terutama mengingat luasnya cakupan bidang ilmu bumi.
Dari berbagai pertimbangan yang telah ditinjau, nampaknya keputusan Alfred Nobel untuk tidak menyertakan ilmu bumi di Nobel Prize tetap menjadi sebuah misteri. Beberapa hal yang telah saya sampaikan di atas hanyalah berbagai spekulasi yang cukup masuk akal.
Seperti kata Voltaire: ‘Doubt is not a pleasant condition, but certainty is absurd’. Kita tidak akan benar-benar dapat mengetahui semua hal di dunia ini, namun hal itulah yang hingga saat ini mendorong manusia untuk menemui titik pemahaman yang lebih dalam—sebuah pencarian yang terus berlanjut, tanpa pernah berhenti.
Baca Juga
Artikel Terkait
-
Profil Bartek Czech Suami Stella Christie, Bule Polandia Tak Kalah Jenius dari Sang Istri
-
Sains untuk Hidup Lebih Sejuk, Solusi Cerdas untuk Infrastruktur Mendatang
-
Ciri-Ciri Olimpiade Sains Abal-Abal: Apa yang Harus Diperhatikan?
-
Ancaman Perang Nuklir Nyata, Organisasi Jepang Raih Nobel Perdamaian Lewat Kesaksian Penyintas Bom Hiroshima - Nagasaki
-
Profil dan Karya Han Kang, Penulis Pertama Korea yang Terima Nobel Sastra
Kolom
-
Kehidupan Freelancer vs Karyawan: Mana yang Lebih Menguntungkan?
-
Bansos Cuma Sesaat, Skill dan Pekerjaan Selamanya: Perlukah Ubah Prioritas?
-
Hukum Tajam ke Bawah, Tumpul ke Atas: Masih Adakah Harapan untuk Keadilan?
-
Pahlawan atau Pelaku? Ketika Orang Tua Terlibat dalam Masalah Anak
-
Menggali Skill yang Tetap Relevan di Era AI, Siapa yang Bisa Bertahan?
Terkini
-
Sinopsis Eyesee, Drama Jepang Genre Misteri Terbaru Haru dan Koji Yamamoto
-
Persib Bandung Berduka, Lepas Kepergian Dokter Rafi Ghani untuk Selamanya
-
Sinopsis Zaibatsu Fukushu, Dibintangi Keisuke Watanabe dan Miori Takimoto
-
4 Toner Aloe Vera untuk Pori-pori Besar, Cocok untuk Semua Jenis Kulit
-
3 Pemain Timnas Indonesia Alami Lonjakan Nilai Pasar, Siapa Tertinggi?