Suara.com - Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyatakan bahwa penyataan Kepala Pusat Penerangan Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) Mayjen TNI Haryanto untuk mengadili ketiga anggotanya di peradilan militer karena status masih aktif sebagai anggota TNI tidak tepat.
Pernyataan Usman tersebut terkait dalam kasus penembakan bos rental di Rest Area KM 45 Tol Merak-Tangerang yang diduga dilakukan aparat TNI.
Usman mengemukakan bahwa dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyatakan 'Setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.' Artinya, semua warga negara yang terlibat masalah hukum mendapatkan perlakuan yang sama dari aparat penegak hukum.
"Status militer aktif yang dijadikan dasar Kapuspen TNI untuk mengatakan pelaku penembak bos rental di rest area KM 45 Tol Merak-Tangerang harus disidangkan di peradilan militer dan bukan peradilan umum adalah kurang tepat," katanya melalui keterangan tertulisnya yang diterima Suara.com, Jumat (10/1/2025).
Bahkan, Usman menyatakan bahwa aksi kejahatan yang dilakukan tersebut tergolong dalam pelanggaran hukum pidana umum, bahkan pelanggaran hak asasi manusia.
Ia kemudian mengemukakan dalam Pasal 3 ayat 4 TAP MPR No VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan Polri, menyatakan bahwa 'Prajurit Tentara Nasional Indonesia tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum militer dan tunduk kepada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum.'
Kemudian dalam Pasal 65 ayat 2 UU No 34 Tahun 2004 Tentang TNI juga menyatakan bahwa 'Prajurit tunduk kepada kekuasaan peradilan militer dalam hal pelanggaran hukum pidana militer dan tunduk pada kekuasaan peradilan umum dalam hal pelanggaran hukum pidana umum yang diatur dengan undang-undang.'
Kemudian dalam Pasal 198 UU No 31 tahun 1997 Tentang Peradilan Militer disebutkan bahwa 'Tindak pidana yang dilakukan bersama-sama oleh mereka yang termasuk yustisiabel peradilan militer dan yustisiabel peradilan umum, diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum kecuali apabila menurut keputusan Menteri dengan persetujuan Menteri Kehakiman perkara itu harus diperiksa dan diadili oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan militer.'
Ia juga mengungkapkan dasar hukum lainnya, ‘Lex Posterior Derogat Legi Priori’ yang berarti peraturan yang baru mengesampingkan peraturan lama.
Dengan kata lain, lanjut Usman, TAP MPR yang terbit pada tahun 2000 dan UU TNI yang terbit pada tahun 2004 mengesampingkan UU Peradilan Militer yang terbit pada tahun 1997.
"Memang benar bahwa akan lebih jelas jika UU Peradilan Militer direvisi sesuai amanat Pasal Pasal 74 UU TNI yang menyatakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 berlaku pada saat undang-undang tentang Peradilan Militer yang baru diberlakukan," beber Usman.
Namun dalam faktanya, revisi itu tidak terwujud selama 20 puluh tahun menunjukkan rendahnya kehendak baik negara untuk menegakkan asas equality before the law atau persamaan warga negara di hadapan hukum.
"Kalau pimpinan TNI bersikeras merujuk UU Peradilan Militer, bisa saja. Tapi, sebaiknya jangan mendahului keputusan menteri (pertahanan) dengan persetujuan menteri kehakiman,” katanya.
Menurutnya, justru dalih status militer aktif bagi anggota yang melakukan tindak pidana umum menunjukkan tidak adanya kesetaraan di muka hukum.
"Justru cenderung memperkuat sentimen di masyarakat bahwa ada kekebalan hukum bagi warga negara berstatus militer. Ini tidak adil terutama bagi keluarga korban dan harus diakhiri," katanya.
Markas Besar TNI, sebelumnya, merespon desakan dari kelompok masyarakat sipil untuk mengadili tiga anggotanya yang terlibat dalam penembakan di rest area KM 45 Tol Merak-Tangerang di peradilan umum.
Namun, Kapuspen TNI Mayjen TNI Hariyanto menyatakan bahwa TNI tetap akan mengadili ketiga anggotanya tersebut di peradilan militer karena status mereka yang masih aktif sebagai anggota TNI.
Tag
Berita Terkait
-
30 Adegan Rekontruksi Penembakan Bos Rental Mobil, Anak Korban: Sudah Sesuai Kejadian
-
Amarah Anak Bos Rental Mobil Korban Penembakan Tak Terbendung, Umpat Pelaku Saat Rekontruksi
-
Rekontruksi Penembakan di KM 45 Tol Tangerang-Merak, Begini Kronologi Bos Rental Mobil Tewas
-
Puspomal Gelar Rekonstruksi Penembakan Bos Rental Mobil Malam Ini, 3 Tersangka Oknum TNI AL Dihadirkan
-
Diburu Polisi, Ini Peran 2 Buronan RH dan IH Terkait Kasus Tewasnya Bos Rental Mobil Ilyas Abdurrahman
Terpopuler
- Tanpa SIM, Pelajar di Samarinda Tidak Boleh Naik Motor ke Sekolah
- Kutai Utara dan Sangkulirang, Dua DOB yang Diajukan Kutai Timur untuk Dukung IKN
- Kembalinya UN Jadi Wacana, Kepala Disdikbud Samarinda: Kami Tunggu Kepastian
- Perbandingan Spesifikasi Huawei Pura 70 Ultra vs vivo X200 Pro, Duel HP Flagship dengan Kamera Canggih
- Debut Marselino Ferdinan di Oxford United: Bermain 10 Menit, 1 Kartu Kuning
Pilihan
-
Tanpa SIM, Pelajar di Samarinda Tidak Boleh Naik Motor ke Sekolah
-
Kutai Utara dan Sangkulirang, Dua DOB yang Diajukan Kutai Timur untuk Dukung IKN
-
Kembalinya UN Jadi Wacana, Kepala Disdikbud Samarinda: Kami Tunggu Kepastian
-
Anggukan Kepala dan Respon Tak Biasa Jokowi Sambut HUT ke-52 PDIP
-
Nilai Tukar Petani di Kaltim Naik Sepanjang 2024, Sektor Perkebunan Jadi Motor Utama
Terkini
-
Pidato Perpisahan Biden: Klaim Amerika Lebih Kuat & Siap Hadapi Dunia
-
Berapa Harga Greenland? Trump dan Mimpi Akuisisi yang Mustahil
-
Desak Perluasan Pipa Air Dipercepat, DPRD ke Pemprov DKI: Jangan Molor Lagi!
-
2 Tentara Korut Tertangkap di Ukraina, Dikira Hanya Ikut Latihan Militer Bukan Perang
-
Cek Fakta: Virus Zombie Mulai Menyebar di China
-
Apes! Wanita Ini Dilarikan ke Kantor Damkar Gegara Piercing Hidungnya Nyangkut di Kursi
-
Ngaku Pede Menang Lawan Hasto di Praperadilan, Elite PDIP Ultimatum Jubir KPK: Jangan Beropini!
-
Buka Pijat Gratis hingga Cukur Rambut, Apa Alasan Megawati Gandeng Kaum Disabilitas di HUT ke-52 PDIP?
-
Demi Rebut Kursi Ketum PBB, Afriansyah Noor Tak Gentar Lawan Putra hingga Keponakan Yusril
-
PBB: Israel Kebal Hukum, Terus Langgar HAM di Gaza!