Suara.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menanggapi soal penghapusan ambang batas dalam pencalonan presiden alias presidential threshold 20 persen. Menurutnya, bakal banyak anak bangsa yang bakal mencalonkan diri di Pilpres 2029 mendatang.
Founder Jimly School Of Law and Government (JSLG) ini menilai makin banyak capres akan membuat demokrasi makin berkembang. Jimly meyakini penghapusan ambang batas presiden dapat membuat bakal capres makin beragam etnisnya. Sehingga capres tak hanya didominasi suku tertentu saja.
"Itu menyalurkan suara boleh keturunan Aceh, Papua. Soalnya terpilih atau tidak belakangan. Kalau di tingkat kabupaten kota sudah ada biar inklusivisme demokratis makin berkembang," ujar Jimly dalam sebuah diskusi bertajuk Ngaji Konstitusi, dengan judul "Masa Depan Demokrasi Indonesia: Presidential Threshold Paska Putusan MK" di JSLG, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/2025).
Meski demikian, lanjut Jimly, dirinya menilai harus ada mekanisme yang membatasi jumlah pasangan calon ([aslon). Sebab, perlu modal tingkat elektabilitas yang tak sedikit. Sehingga Jimly menduga jumlah capres tak akan mencapai belasan orang.
"Misal ndak mungkin lebih banyak dari 9 (capres) karena biayanya mahal Pilpres dan bohir-bohirnya juga ngitung potensi menangnya. Nggak ada orang mau buang uang percuma,” ucap Jimly.
“Jadi masyarakat akan ngerem sendiri, ada mekanisme kontrol sendiri. Jadi dari jauh hari nggak usah takut kebanyakan. Wong belum dites, belum dicoba. Simpan dulu ketakutan banyak calon," tambahnya.
Syarat Parpol Jangan Dipersulit
Sementara itu, Pakar Hukum Kepemiluan Universitas Indonesia (UI) sekaligus anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini menilai, agar syarat partai politik peserta pemilihan umum tidak dipersulit, paska putusan Mahkamah Konstitusi (MK) usai menghapus ambang batas presiden atau Presidential Threshold untuk Pilpres Tahun 2029.
"Jangan sampai atau tidak perlu ada perubahan syarat partai politik menjadi peserta pemilu. Karena sekarang persyaratan yang ada itu sudah salah satu yang paling berat, paling mahal, paling rumit, paling susah di dunia," jelas Titi.
Baca Juga: PT 20 Persen DIhapus, Jimly Asshiddiqie Sebut Ketakutan Anggaran Bengkak Tidak Beralasan
Ia menjelaskan, syarat parpol peserta pemilu yang telah diatur dalam Pasal 173 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sudah begitu sulit dan mahal.
Adapun beberapa persyaratan di antaranya ialah memiliki kepengurusan di 75 persen di jumlah kabupaten/kota di provinsi bersangkutan, dan memiliki kepengurusan di 50 persen jumlah kecamatan di kabupaten/kota.
Selain itu, menyertakan paling sedikit 30 persen keterwakilan perempuan pada kepengurusan parpol tingkat pusat dan memiliki anggota sekurang-kurangnya 1.000 orang atau 1/1000 dari jumlah penduduk pada kepengurusan partai politik.
"Jangan ada upaya dari pembentuk undang-undang untuk menciptakan barrier to entry baru (hambatan untuk berkompetisi) bagi partai-partai non-parlemen," kata Titi.
Terlebih, lanjut Titi, partai politik parlemen telah diuntungkan dengan adanya putusan MK Nomor 55/PUU/XIX/2020 yang memutuskan bahwa parpol parlemen tidak perlu mengikuti verifikasi faktual agar terdaftar sebagai partai peserta pemilu.
Titi mendesak, agar pemerintah dan DPR tidak melakukan manuver untuk memperberat partai non parlemen agar terdaftar sebagai partai politik peserta pemilu.
"Jangan sampai ada motif dari parlement untuk menghambat kompetitor dengan memperberat syarat menjadi partai politik peserta pemilu. Jangan lagi ditambah syarat yang aneh-aneh ini untuk motif menghambat kompetitor baru," terang Titi.
Diketahui, MK menghapus ketentuan ambang batas presiden dalam UU Pemilu, usai mengabulkan perkara Nomor 64/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna yang merupakan mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga.
Dalam diskusi hybrid ini turut dihadiri oleh Founder Adikara Cipta Aksa, Geofani Milthree Saragih; Kepala Departemen Hukum Tata Negara FH UII, Jamaludin Ghafur; dan Dewan Pakar JSLG, Taufiqurrohman.
Berita Terkait
-
Tirai Baru Demokrasi: Ambang Batas Lenyap, Mahar Politik Merajalela
-
YLBHI Dorong Rakyat Kawal Putusan MK dan Cegah Politisasi DPR
-
YLBHI Ajak Rakyat Awasi Implementasi Putusan MK, Cegah Manipulasi Politik dan Waspadai DPR
-
Penghapusan Presidential Threshold, Capres Wajib Punya Tabungan Elektoral
-
Mau Usung Kader Sendiri Jadi Capres 2029, Partai Buruh: Dananya Nanti Kita Pikirkan
Terpopuler
- Takbir! Muhammadiyah Garap Tambang Bekas Batu Bara Seluas 10.000 Lapangan Bola
- Misteri Pagar Laut Dekat PSN PIK2: Aktivitas Patroli Menghilang Usai Pemasangan
- Sinarmas Tutup Anak Usaha di Negara Surga Para Pengemplang Pajak
- 5 Rekomendasi HP 5G Rp 3 Jutaan dengan RAM Besar Terbaik Januari 2025
- Anggukan Kepala dan Respon Tak Biasa Jokowi Sambut HUT ke-52 PDIP
Pilihan
-
Anggukan Kepala dan Respon Tak Biasa Jokowi Sambut HUT ke-52 PDIP
-
Nilai Tukar Petani di Kaltim Naik Sepanjang 2024, Sektor Perkebunan Jadi Motor Utama
-
Rp 17 Ribu untuk Porsi MBG Pelajar Kaltim, Pengamat: Harusnya di Atas Rp 25 Ribu
-
Pemindahan ASN ke IKN Terhambat, Kemenpan RB Masih Perbarui Data Pegawai
-
Effendi Simbolon Desak Megawati Mundur dari Ketum PDIP, Ini Respons Jokowi
Terkini
-
Kilang Pertamina Internasional Siap Produksi SAF Tersertifikasi Pertama di Indonesia dan Regional
-
Pernah Janji saat Kampanye, Pramono Bakal Jalankan Program Sarapan Gratis Rp10 Ribu Per Porsi di Jakarta
-
Gugat ke MK, Kasuba-Basri Tuding KPU Malut Beri Perlakukan Khusus ke Cagub Sherly Tjoanda
-
Mau Dapat Kado Screening Kesehatan Gratis Saat Ultah, Masyarakat Diminta Unduh Aplikasi Ini
-
Kepala Daerah Terpilih Bakal Jalani Retreat Usai Dilantik, Siap-siap Digembleng Bak Tentara?
-
Megawati Sebut Mundur Lebih Terhormat Ketimbang Dipecat, Singgung Pemecatan Jokowi?
-
KPK Panggil Ulang Legislator PDIP Maria Lestari Usai Mangkir Diperiksa Kasus Harun Masiku
-
Kronologi Lengkap Kasus Korupsi Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih, Kini Ditahan KPK
-
Resmi! DPRD DKI Segera Berkirim Surat ke Prabowo untuk Pelantikan Pramono-Rano
-
Kuasa Hukum Pemohon Belum Lampirkan KTA, Kelakar Hakim Arief Hidayat: Advokat Bodong