Scroll untuk membaca artikel
News / Metropolitan
Rabu, 13 November 2024 | 15:19 WIB
Pj Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi. [Suara.com/Fakhri]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pengamat Politik, Ade Reza Hariyadi menyoroti soal penggantian 305 pejabat administrator, pengawas, dan ketua subkelompok di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Ia khawatir kebijakan tersebut mengandung kepentingan politik jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2024.

Apalagi, dari ratusan pejabat yang dilantik oleh Penjabat (Pj) Gubernur DKI Teguh Setyabudi itu, banyak di antaranya merupakan posisi camat dan lurah.

Ade menyebut kebijakan mutasi pejabat ini tidak ada urgensinya untuk saat ini.

Oleh sebab itu, Ade meminta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan supervisi terhadap mutasi camat di Jakarta, termasuk adanya indikasi politisasi bantuan sosial yang dapat saja memberikan keuntungan pada salah satu pasangan calon tertentu saat Pilkada.

"Jika pergantian camat ini hanya untuk kepentingan politik, maka dapat mengganggu profesionalisme dan prinsip netralitas birokrasi. Hal ini bisa jadi preseden yang kurang baik dan mencederai demokrasi dalam pilkada Jakarta,” ujar Ade kepada wartawan, Rabu (13/11/2024).

Ia pun meminta kepada Teguh untuk tidak melakukan pembagian bansos untuk kepentingan politik melalui para camat dan lurah baru.

Menurutnya, hal ini melanggar ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan juga dapat dikualifikasi sebagai pelanggaran etika berat.

Menurut Pasal 80 ayat (3) UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, disebutkan bahwa pejabat pemerintahan yang terbukti menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administrasi berat.

Baca Juga: Belum Sebulan jadi Pj Gubernur, Teguh Bongkar Ratusan Posisi Setingkat Camat-Lurah: Bukan Faktor Like & Dislike

“Sanksi administrasi berat dapat berupa pemberhentian tetap tanpa memperoleh fasilitas apapun,” jelas dia.

Ia juga meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri berbagai kemungkinan, termasuk dalam transaksi keuangan pihak terkait jika ada indikasi potensi penyimpangan, baik dalam hal mutasi maupun rencana distribusi Bansos.

“Warga Jakarta berhak untuk memilih pemimpinnya secara demokratis dan bermartabat demi masa depan mereka yang lebih baik,” pungkasnya.

Sebelumnya, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Teguh Setyabudi melantik 305 pejabat administrator, pengawas, dan ketua subkelompok di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

Perombakan pada posisi setingkat camat hingga lurah ini dilakukan Teguh meski belum satu bulan menjabat sejak 20 Oktober lalu.

Teguh mengatakan, pelantikan dan pengambilan sumpah/janji pejabat dilakukan setelah melewati serangkaian prosedur dan mekanisme sesuai ketentuan berlaku. Rangkaian mekanisme pengangkatan pejabat sudah dilakukan sejak Agustus lalu.

"Semua proses telah melewati proses seleksi yang sedemikian ketat, dengan rekomendasi dan persetujuan sesuai kompetensi, serta pengalaman masing-masing di Pemprov DKI Jakarta. Proses pelantikan sudah mengalami proses yang lama, sejak Agustus lalu," ujar Teguh kepada wartawan, Rabu (13/11/2024).

Teguh juga memastikan tak ada faktor bersifat pribadi dalam pemilihan pejabat ini. Ia mengeklaim tak ada pejabat yang diangkat karena hal transaksional.

"Jadi, bukan suatu proses yang instan. Saya melakukan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur (SOP) dan kewenangan. Tidak ada faktor like and dislike, tidak ada faktor transaksional. Apabila ditemukan faktor itu, silakan Bapak dan Ibu bisa melaporkannya," ucapnya.

Load More