Scroll untuk membaca artikel
Bisnis / Properti
Selasa, 14 Januari 2025 | 19:37 WIB
Petugas Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terjun ke lokasi pemagaran laut 30,16 km di Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025). ANTARA/Harianto
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, menegaskan bahwa klaim mengenai pagar bambu sepanjang 30,16 kilometer yang terpasang di laut pantai utara Kabupaten Tangerang untuk mencegah abrasi perlu dibuktikan.

"Selama mereka bisa membuktikan bahwa pagar ini efektif dalam mengatasi abrasi, tidak ada masalah. Namun, semua pihak harus dapat memberikan bukti yang jelas," ujar Eli di Serang, Banten, pada Selasa (14/1/2024).

Eli menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Banten tetap berpegang pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023 – 2043. Pagar laut tersebut melintasi beberapa zona, termasuk zona perikanan tangkap, budidaya, pelabuhan perikanan, dan pariwisata, yang jelas melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

"Semuanya harus memiliki izin untuk pemanfaatan ruang laut, termasuk pemagaran yang diklaim untuk mencegah abrasi," tegasnya, seperti yang dikutip dari Antara.

Eli juga menambahkan bahwa hingga saat ini belum ada pengajuan untuk mengubah Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) terkait proyek ini.

Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk mencabut pagar laut tersebut sambil mengidentifikasi masalah yang ada. Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) mengklaim bahwa pagar bambu itu dibangun sebagai langkah mitigasi bencana tsunami dan abrasi. Koordinator JRP, Sandi Martapraja, menyatakan bahwa pagar tersebut dibangun secara swadaya oleh masyarakat setempat.

Sandi menjelaskan bahwa tanggul laut ini memiliki fungsi penting dalam mengurangi dampak gelombang besar dan melindungi wilayah pesisir dari pengikisan. Ia juga menambahkan bahwa jika tanggul tersebut berfungsi dengan baik, area di sekitarnya dapat dimanfaatkan sebagai tambak ikan, yang akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Namun, Kementerian Kelautan dan Perikanan telah melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran tanpa izin ini. Penyegelan dilakukan karena diduga tidak memiliki izin dasar Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL). Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan KKP, Pung Nugroho Saksono, menyatakan bahwa tindakan ini merupakan respons terhadap aduan nelayan setempat dan instruksi dari Presiden Prabowo Subianto serta Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Pagar laut tersebut membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji dan terdiri dari struktur bambu setinggi rata-rata 6 meter. Pembangunan ini melibatkan 16 desa di enam kecamatan di Kabupaten Tangerang. KKP memberikan waktu 20 hari bagi pihak yang bertanggung jawab untuk membongkar pagar tersebut.

Baca Juga: Tepis Isu Pagar Laut Misterius di Tangerang dan Bekasi Sama, Legislator PKS: Tindakan Menyesatkan!

Load More